Setelah huru-hara 1965, penyair Ibrahim Kadir ditahan bersama orang-orang lain yang dituduh simpatisan komunis. Bersama-sama, mereka menyuarakan penderitaan lewat syair didong khas Aceh, mungkin sebagai suara protes, tetapi mungkin juga sekadar mempertahankan kewarasan. Namun dari hari ke hari, jumlah mereka kian berkurang seiring dieksekusinya para tahanan satu demi satu. Puisi Tak Terkuburkan adalah kesaksian Ibrahim Kadir, yang dalam film ini memerankan dirinya sendiri, atas tragedi kemanusiaan itu.
--
Among the pogrom of 1965, Ibrahim Kadir is a poet, falsely arrested with others accused as communist partisans. Inside the detention, they voiced their sorrow through Acehnese poetry-song compositions called didong. It might be a voice of protest, but it could also be a mere act to retain sanity. As the days went by, their population dwindled when one after another was brought elsewhere to be executed under the darkness. This film is Ibrahim Kadir’s own account through his own experience surviving the genocide.
Sutradara Garin Nugroho | Pemeran Ibrahim Kadir, Berliana Febrianti, El Manik, Piet Burnama | Negara Indonesia | Jenis Fiksi | Tahun 1999 | Durasi 86 menit | Bahasa Indonesia | Subteks Bahasa Inggris | Format Digital | Klasifikasi Usia 15+
Penghargaan
Pemenang | Silver Video Leopard, Festival del Film Locarno, 2000, Switzerland
Pemenang | Aktor Terbaik Asia (Penerima Ibrahim Kadir), Singapore International Film Festival 2001, Singapura
Pemenang | FIPRESCI/NETPAC Award (Penerima: Garin Nugroho), Singapore International Film Festival 2001, Singapura
Festival
In Competition | Nomine Film Panjang Terbaik, Singapore International Film Festival 2001, Singapura
Comments