Ada bara di dalam benak penduduk Lambu, yang kini terusir dari tanahnya. Dokumenter ini merekam kenangan dan impian masyarakat Lambu pada tanah leluhur mereka, terkait peristiwa Tragedi Sape Lambu 2012 yang menelan tiga korban dari pihak warga. Tragedi ini berawal dari rencana pemerintah daerah Kabupaten Bima mengubah kawasan Lambu menjadi daerah pertambangan dengan menerbitkan izin usaha pertambangan kepada pemilik modal, berujung pada bentrokan yang memakan korban. Dan seperti yang sudah-sudah, tragedi dikubur dan dilupakan. Namun para warga, lewat film hasil kerjasama antara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia dengan Forum Lenteng ini, tidak membiarkan memori dan impian mereka terkubur.
--
There’s a rage boiling inside the people of Lambu as well as their land. Now evicted, they recollect their memories and dreams upon their ancestors’ land, one they loses since the Tragedy of Sape Lambu back in 2012. The tragic incident started with Bima’s regional government initiative to repurpose the land of Lambu into a mining area, and ended with violent clash with the police, claiming three lives. As per the norm in this country, tragedies were buried and forgotten in the name of harmony. But the people of Lambu won’t let it be forgotten. Through this documentary co-produced by Indonesian National Committee for Human Rights and Forum Lenteng, they voiced their grieves, memories and dreams.
Sutradara Hafiz Rancajale | Negara Indonesia | Jenis Dokumenter | Tahun 2014 | Durasi 93 menit | Bahasa Indonesia, Bima | Format Digital | Klasifikasi Usia 12+
Penghargaan
Pemenang | Apresiasi Film Dokumenter | Apresiasi Film Indonesia 2014, Indonesia
Nomine | Dokumenter Panjang Terbaik | Festival Film Dokumenter 2014, Yogyakarta, Indonesia
Comments