Sejarah telah menjadi sumber inspirasi penting bagi pembuat film Indonesia, khususnya sejak satu dekade terakhir ketika penonton bioskop mulai kembali gemar menonton film Indonesia. Menarik melihat bagaimana sejarah diinterpretasikan menjadi film saat di negara ini masih terjadi banyak pengingkaran terhadap kejadian-kejadian penting masa lampau. Film dapat menjadi sumber pengetahuan alternatif bagi generasi masa kini dalam memahami sejarah bangsanya. Peranan penting film dalam menampilkan sejarah Indonesia dapat dinikmati selama Bulan Film Nasional di kineforum, 1-31 Maret 2017.
Tahun ini, dalam edisi ke-8 program Sejarah adalah Sekarang, kineforum menyajikan beragam interpretasi para pembuat film terhadap tokoh penting dalam sejarah Indonesia (seksi program Riwayat), selain fokus pada hasil interpretasi pembuat film terhadap film Indonesia yang menjadi tonggak sejarah perfilman Indonesia (seksi program Gubahan). Keberhasilan film Indonesia dalam merebut hati penonton sehingga film tersebut diproduksi kelanjutannya (seksi program Hikayat) juga hadir bersama film-film yang berhasil lolos, bahkan menang, di berbagai festival film internasional dalam setahun terakhir (seksi program Buana). Program Bulan Film Nasional juga menampilkan fenomena penting film hasil saduran karya literatur Indonesia seperti cerpen dan novel (seksi program Saduran).
Sambil merayakan Hari Film Nasional ke-67 yang jatuh pada tanggal 30 Maret 2017, penonton dapat melakukan refleksi atas pencapaian-pencapaian penting perfilman Indonesia yang tak lepas dari perjalanan sejarah bangsanya.
Salam sinema dan sampai jumpa di kineforum.
1. Hikayat
Film dapat melahirkan karakter fiksi yang melegenda. Film Indonesia memiliki beberapa karakter yang terkenal seperti Si Kabayan atau Inem Pelayan Seksi. Hikayat menyajikan film-film yang kisahnya berlanjut, dengan karakter yang terus dipuja penonton film Indonesia walaupun karakter itu telah menghilang selama lebih dari 1 dekade.
Film Naga Bonar (1986) mengambil latar perang kemerdekaan Indonesia dari sudut pandang yang berbeda dari film-film sejenis pada masa itu. Maka film kelanjutannya, Nagabonar Jadi 2 (2007) menempatkan tokoh yang sama di masa kemerdekaan setengah abad kemudian. Bagaimana dengan film Catatan Si Boy yang kisahnya diambil dari sandiwara radio populer di tahun 80-an yang berlanjut hingga total menjadi 5 seri film? Kisah seputar sebuah catatan harian mengantar film kelanjutannya dalam Catatan Harian Si Boy (2011). Dan kelanjutan kisah Rangga dan Cinta dalam Ada Apa Dengan Cinta? (2002) melahirkan kelanjutannya yang kembali menjadi film laris 14 tahun kemudian.
2. Gubahan
Sebuah film dapat melekat dalam ingatan seseorang dalam waktu yang lama. Situasi dan kondisi jaman yang telah berubah melahirkan pertanyaan, bagaimana kisah yang sama jika terjadi di masa kini? Pada titik inilah sebuah film diproduksi ulang dengan pendekatan yang baru.
Gubahan menampilkan 3 film yang mendapatkan kesempatan kedua untuk dikisahkan kembali dalam konteks jaman yang berbeda. Film Tiga Dara karya Usmar Ismail tahun 1956 (yang telah direstorasi) menjadi Ini Kisah Tiga Dara dalam konteks 30 tahun kemudian oleh Nia Dinata. Seperti juga kisah Badai Pasti Berlalu tahun 1977 karya Teguh Karya yang dituturkan kembali pada tahun 2007 oleh Teddy Soerjaatmadja. Dan tentu kita dapat menonton CHIPS (Cara Hebat Ikut Penanggulangan Masalah Sosial) karya Iksan Lahardi (1982) yang dibintangi Warkop DKI serta versi kekinian dalam film dengan jumlah penonton tertinggi sepanjang sejarah film Indonesia, Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! part 1 karya Anggy Umbara (2016).
3. Riwayat
Film biopik Indonesia telah menjadi tren penting dalam perjalanan film Indonesia pada 1 dekade terakhir, bahkan masuk ke dalam daftar box office, seperti Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo (2010). Kisah diangkat dari tokoh pahlawan, seperti Guru Bangsa Tjokroaminoto karya Garin Nugroho (2015), hingga kisah tokoh lokal di balik tokoh terkenal, seperti Athirah karya Riri Riza (2016).
Tingkat kesulitan tinggi dalam membangun latar peristiwa sang tokoh, riset bagaimana menampilkan karakter tokoh yang meyakinkan hingga mendramatisasi kisah hidup sang tokoh, masih menjadi tantangan utama pembuat film Indonesia masa kini. Beberapa film biopik yang telah berhasil merebut hati penonton maupun meraih penghargaan festival film menjadi bagian dari program ini. Selain film biopik berdasarkan tokoh terkenal, dua film menampilkan tokoh yang mungkin kurang dikenal namun kisah hidupnya telah memberi pengaruh besar pada komunitas di sekitarnya, Cahaya Dari Timur: Beta Maluku dan Sokola Rimba. Riwayat juga menghadirkan film biopik dari era sebelum tren film biopik muncul melalui R.A. Kartini dan Tjoet Nja' Dhien.
4. Saduran
Kolaborasi pembuat film dengan penulis cerita dalam mengadaptasi novel atau cerpen ke layar lebar telah menjadi praktek yang wajar dalam dunia film. Perbedaan format buku dan film justru menjadi tantangan tersendiri bagi pembuat film, apakah pembaca merasa puas atas versi filmnya?
Seksi program Saduran menampilkan film-film yang tidak saja berhasil menyadur karya literatur menjadi film yang menarik untuk ditonton, tetapi berhasil menjadi film yang berdiri sendiri dan lepas dari ketenaran novel atau cerpen yang menjadi sumber inspirasinya.
Pilihan film dalam program ini mewakili banyaknya film saduran di Indonesia sejak dekade 1970-an melalui Atheis karya Sjuman Djaya, 1980-an melalui Arini (Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat) karya Sophan Sophiaan, 1990-an hingga awal tahun 2000 melalui Aku Ingin Menciummu Sekali Saja karya Garin Nugroho, era 2010 ke atas melalui Sang Penari karya Ifa Isfansyah dan Filosofi Kopi karya Angga D. Sasongko.
5. Buana
Perjalanan film Indonesia ke berbagai festival film international adalah keberhasilan yang berbeda dengan keberhasilan menjadi film laris di dalam negeri. Prestasi film untuk dapat lolos seleksi di antara ribuan film yang mendaftar hingga berhasil menang dalam sesi kompetisi festival film internasional tampil dalam seksi program Buana.
Melalui seksi program ini, kineforum mengajak penonton melihat perspektif yang berbeda, bagaimana kacamata dunia internasional melihat Indonesia? Pencapaian ini perlu diapresiasi, terutama karena sebagian film tidak dirilis di bioskop umum atau bahkan mempunyai versi yang berbeda dari versi yang telah dirilis di Indonesia.
Seksi program Buana mempersembahkan beberapa film Indonesia yang melanglang buana ke berbagai festival film internasional selama 2 tahun terakhir, berupa film fiksi dan dokumenter, dalam format film panjang dan film pendek.
コメント