ERA BARU Film Indonesia
Sabtu, 4 Maret 2017 | 17:00
Film Indonesia kini berada dalam era digital yang jauh berbeda dengan era sebelumnya. Hal ini tentu mempengaruhi pendekatan pembuat film, baik dalam jalan cerita yang diangkat, cara-cara produksi hingga strategi promosi film. Sebelum era baru ini berganti seiring perkembangan teknologi dan perubahan jaman, Bulan Film Nasional membincangkan apa yang sebenarnya kini sedang terjadi yang membedakannya dengan era sebelumnya.
PEMBICARA
Agus Mediarta (Akademisi)
Saat ini bekerja sebagai pengajar tidak tetap di Fakultas Film dan Televisi, Universitas Multimedia Nusantara. Turut mengelola database situs filmindonesia.or.id. Pernah terlibat di Yayasan Konfiden sejak 2002, menjadi koordinator dewan program Festival Film Pendek Konfiden 2006-2009, dan salah satu kurator program Sejarah Adalah Sekarang 2007-2008 di kineforum.
Angga Dwimas Sasongko (Pembuat film)
Lahir di Jakarta, 11 Januari 1985, Angga adalah seorang sutradara dan produser film di Indonesia.
Film-film Angga kerap meraih banyak apresiasi dan penghargaan, seperti Hari Untuk Amanda yang meraih 8 nominasi Piala Citra 2010, termasuk nominasi Sutradara Terbaik dan Film Terbaik; Cahaya Dari Timur yang meraih Piala Citra untuk Film Terbaik 2014; Filosofi Kopi yang banyak mendapatkan penghargaan di festival-festival Internasional; dan Surat Dari Praha yang menjadi wakil Indonesia untuk seleksi piala Academy Awards nominasi ‘Best Foreign Language Film’ tahun 2015.
Film terbarunya, Bukaan8 sedang tayang di bioskop.
Darurat Pelestarian Film Indonesia
Minggu, 19 Maret 2017 | 17:00
Banyaknya film Indonesia yang diproduksi di masa format film masih berupa 35mm, menimbulkan permasalahan pada penyimpanan dan pelestariannya yang membutuhkan kondisi khusus. Hingga kini telah banyak film Indonesia yang sudah dalam kondisi rusak dan tidak terselamatkan. Pentingnya pelestarian film Indonesia berkaitan erat dengan akses penonton film Indonesia masa kini terhadap sejarah perfilman Indonesia. Beberapa pihak telah memulai proses digitalisasi maupun restorasi film-film Indonesia lama yang beberapa hasilnya dapat kita nikmati dalam program Bulan Film Nasional 2017.
PEMBICARA
Kiki Muchtar (Yayasan Pusat Film Indonesia)
Minat Kiki Muchtar terhadap film mendorongnya untuk ikut mendirikan Minikino, sebuah organisasi yang mempromosikan film pendek. Lewat pengalamannya sebagai programmer Minikino, sejak 2004 Kiki mulai bekerja di berbagai bidang dalam dunia film. Saat ini Kiki menjadipengelola sebuah fasilitas pengarsipan film di Jakarta di bawah naungan Yayasan Pusat Film Indonesia.
Lavesh M. Samtani (13 Entertainment)
Lahir dan besar di Jakarta, Indonesia. Saat ini dia menjabat sebagai COO sebuah perusahaan media yang berfokus pada distribusi film, pelestarian/restorasi film, produksi film dan network channels, 13 Entertainment. Perusahaan ini memiliki library film Indonesia terbesar, dan nemiliki fasilitas pasca-produksi yang didedikasikan untuk pelestarian dan restorasi film. Sebagai media penyaluran hasil kerja itu, Lavesh juga menggagas FLiK, satu-satunya saluran film Indonesia dalam format High Definition.
Saat ini Lavesh terus melibatkan diri dalam perkembangan industri film dan berfokus pada investasi di bidang IP secara lokal dan internasional.
Lisabona Rahman (Pelaku Arsip & Restorasi Film)
Mulai membuat program film klasik di kineforum DKJ antara 2006-2011. Pada tahun 2008 ia bergabung sebagai ko-editor situs www.filmindonesia.or.id, basis data film Indonesia yang didirikan kritikus film JB Kristanto. Antara tahun 2011-2016, ia menempuh studi pelestarian film di Universitas Amsterdam (Belanda) dan menimba pengalaman praktis di L’immagine ritrovata Bologna (Italia). Dalam kesempatan itu ia menjadi anggota tim restorasi karya berbagai sutradara, di antaranya Usmar Ismail, Sergei Parajanov, Abel Gance, John Woo dan Dario Argento. Saat ini ia bekerja sebagai pelaku arsip film dan konsultan restorasi mandiri di Jakarta.
Comments