Sejatinya setiap sutradara mempunyai sumber inspirasi dari lingkungan kreatif yang memberikan energi dalam prosesnya berkarya. Ada kalanya, sumber inspirasi itu berulang, yaitu satu sumber khusus yang ternyata "klop" dengan cara sang sutradara berproses, yang biasanya ada dalam diri aktor/aktris tertentu. Dan mungkin juga sebaliknya, ketika visi sang sutradara memberikan ruang bagi aktor/aktris tersebut untuk mengeksplor kemampuannya.
Sumber inspirasi yang tiada habis dari "perjodohan kreatif" dapat menciptakan suatu kerja sama jangka panjang. Di bulan Februari ini, kineforum merekam fenomena perjalanan kekaryaan para sejoli sutradara-aktor. Tiga cipta sejoli dari luar negeri datang dari negara Jepang, Jerman, dan Prancis; diimbangi dengan tiga cipta sejoli dari Indonesia.
Program Cipta Sejoli kami siapkan di bulan Februari 2017, untuk memberi pengalaman baru menonton film melalui kolaborasi apik sutradara dan aktor.
1. Kolusi Kreatif Nusantara
Di Indonesia cipta sejoli seringkali bermula dari komunitas teater, sebuah tempat pertemuan para pencerita, baik aktor maupun sutradara, di mana mereka bisa berkolaborasi, dan menemukan kecocokan, atau tidak. Di Teater Populer, kecocokan itu terjadi antara Teguh Karya dan Slamet Rahardjo, dan sejak itu mereka kerap berkolaborasi dan antara lain melahirkan film pertama mereka, Wajah Seorang Laki-Laki tahun 1971. Kolusi kreatif mereka terus berlanjut hingga 8 film dan telah menjadi karya klasik film Indonesia sepanjang era tahun 70-an hingga awal 80-an.
Pada generasi selanjutnya, ketika filmmaking menempuh jalan yang baru, dan teater bukan lagi menjadi satu-satunya tempat pertemuan para pencerita, terdapat Riri Riza dan Nicholas Saputra yang telah berkolaborasi sejak tahun 2005 hingga film terakhir mereka, Ada Apa Dengan Cinta 2 masuk daftar film Indonesia terlaris tahun 2016. Program ini akan membawa kita kembali kepada periode awal kolusi kreatif mereka.
Sementara kerja sama Edwin dan Ladya Cheryl dimulai sejak tahun 2005 melalui film pendek Kara Anak Sebatang Pohon. Pasangan cipta sejoli ini telah berproses bersama melalui 5 film yang mendokumentasikan sejarah perasaan mereka terhadap isu sosial Indonesia.
2. Si Tora-san Mengembara
Dengan menyelesaikan 48 film dalam 26 tahun untuk menuturkan kisah seorang tokoh yang sama, Yôji Yamada bukan saja menemukan sumber inspirasi kekaryaannya dalam sosok aktor Kiyoshi Atsumi. Bersama, mereka menciptakan seorang tokoh kesayangan baru, semacam Kabayan atau si Gelandangan yang dipopulerkan Charlie Chaplin.
Tokoh kesayangan itu bernama Tora-san, mengembara ke seantero Jepang, menebar kebaikan sembari selalu gagal menemukan cinta. Nasib dan etos Tora-san seakan melambangkan impian terpendam masyarakat Jepang, untuk kembali hidup sederhana, berbuat baik, tanpa harus dikejar target dan tenggat. Hidup berjalan dalam irama yang bisa dinikmati dan disyukuri. Seandainya saja jodoh percintaan juga semudah itu ditemukan, dinikmati dan disyukuri.
3. Enigma Primadona
Christian Petzold adalah bintang yang sedang terang di sinema Jerman dewasa ini. Kemampuannya meracik tema-tema yang sadar sosial dengan dilema personal para manusia di dalamnya, membuat film-filmnya lembut, tanpa menjadi pamfletis maupun melodramatis. Petzold mampu merekam kegelisahan Jerman saat ini, yang masih terus bergulat dengan dirinya, dengan masa lalu, dengan keterbelahan Barat-Timur-nya, dengan cara merangkumnya ke dalam dilema para manusianya. Ya, kami memakai istilah "manusia" dengan sadar, karena di tangan Petzold, tokoh-tokohnya bukan sekadar boneka panggung yang hanya bisa menurut. Tokohnya adalah manusia yang utuh, yang penuh kontradiksi, yang penuh enigma, tetapi bisa kita mengerti.
Untuk menampilkan semacam itu, Petzold menemukan "jodoh"-nya dalam sosok Nina Hoss. Aktris ini bagaikan contoh sempurna kecantikan yang menantang: semampai, sorot mata tajam, proporsional. Pendek kata, nyaris bisa jadi gadis sampul ras unggulan. Tapi di balik itu juga, Hoss mampu menampilkan sosok-sosok penuh rahasia, penuh dilema, punya pertimbangannya sendiri untuk menyembunyikan banyak hal. Penuh teka-teki, seperti kekasih, kakak, saudara atau bahkan orang tua kita sendiri, yang ketika di momen-momen tertentu, kita tiba-tiba serasa tidak mengenal mereka.
Dalam keempat kolaborasi Petzold dan Nina Hoss yang kineforum sajikan Februari ini, saksikan bagaimana keduanya bersejoli menampilkan drama manusia yang berusaha bertahan dalam berbagai jepitan, sehingga seperti kita semua, menyimpan rahasia. Menjadi enigma.
4. Senandung Deneuve
Jacques Demy termasuk salah satu sutradara yang tergabung dalam gerakan New Wave Cinema di Prancis pada tahun 1960-an. Ia adalah sutradara yang pertama kali melambungkan Catherine Deneuve sebagai aktris yang patut diperhitungkan. Film-film Jacques Demy penuh dengan nuansa mewah yang banyak terinspirasi dari film musikal Hollywood dan kisah dongeng, yang sejalan dengan bakat Denueve dalam berakting dan bernyanyi.
Deneuve kemudian berkembang menjadi sumber inspirasi bagi banyak sutradara besar seperti François Truffaut dan Roman Polanski. Hingga kini aktris berusia 70-an ini masih terus eksis dengan membintangi 2 hingga 3 film per tahun. Banyak meraih penghargaan atas aktingnya dalam berbagai film, ia dinobatkan sebagai Duta Besar Film Prancis.
Salam sinema dan sampai jumpa di kineforum.
Comments