Sebagian orang menunggu mati untuk menebus kesalahan—dosa semasa hidupnya bakal dicuci melalui penyiksaan demi kembali suci untuk masuk surga abadi yang dijanjikan. Sebagian lain menghindar sebisa-bisanya. Tapi, yang tak diinginkan bisa datang tiba-tiba—ia bisa berupa tudingan semena-mena, ganjaran yang setimpal, masa lalu yang menghantui, atau peristiwa yang menguji nurani.
Kelima film dalam Alteraksi #2 menampilkan tokoh-tokoh dalam situasi semacam itu. Dalam Elevator to the Gallows, dua pasang kekasih berusaha kabur dari kejahatan mereka. Dalam Land of Mine, sekelompok remaja dipaksa menebus dosa bangsa mereka. Sementara dalam Silver Linings Playbook, dua orang patah hati berusaha menebus kesalahan mereka dan memaafkan diri mereka sendiri.
Selain ketiga film panjang produksi Prancis, Denmark, dan Amerika tersebut, Alteraksi #2 menampilkan dua film pendek asal Indonesia yang dipilih khusus oleh seorang kurator tamu: Adrian Jonathan Pasaribu, editor Cinema Poetica. Kedua film ini berkisah tentang orang-orang yang mengubur dan menghadapi masa lalu mereka. Film pertama, Pulang Tanpa Alamat, tentang upaya menguburkan sahabat bandit yang mati mendadak, dan Sowan, upaya mengunjungi sahabat lama yang baru bebas dari tahanan.
Alteraksi #2 diadakan di Jakarta: KINEFORUM pada 1-3 November 2018 dan ESTUBIZI pada 5 November 2018. Setiap film dalam program ini akan disambung dengan beragam kegiatan interaktif penonton. Kita bisa ber-Dialog, me-Lontar Suara, maupun ber-Tukar Pandang bersama-sama.
Louis Malle, 1958, 91 menit, 15+
Jumat, 2 November 2018, 17:00 (+ Dialog)
Donasi Rp20.000
Florence dan Julien mengira mereka bisa hidup bahagia bersama selamanya setelah mereka membunuh suami Florence, yang juga bos Julien. Misi mereka berhasil. Satu langkah lagi Julien bisa kabur, seandainya dia tidak melupakan satu hal kecil yang membuatnya justru terjebak di dalam lift kantornya. Begitu banyak yang terjadi di luar gedung selama Julien terperangkap: Florence yang sepanjang malam mencari dirinya, juga sepasang kekasih di jalan yang mencuri mobilnya, hingga melibatkan mereka semua dalam pembunuhan yang lain, membuat segalanya yang sudah payah menjadi parah.
Ada banyak alasan yang membuat film Prancis ini menjadi karya bersejarah dalam perfilman dunia. Selain mempengaruhi banyak pembuat film sesudahnya, film panjang pertama Louis Malle ini juga membicarakan politik dan keterlibatan negaranya dalam sejumlah perang di dunia. Dengan tata kamera yang cermat, permainan gelap-terang bayangan, diiringi sentuhan musik Miles Davis—sebelum menjadi maestro jazz dunia—membuat film ini bukan sekadar film thriller. Seorang kritikus pernah berkata, “Hitam-putih tidak mengurangi kualitas film ini, tapi justru memperkaya.”
Martin Zandvliet, 2015, 101 menit, 15+
Jumat, 2 November 2018, 19:30 (+ Lontar Suara)
Sabtu, 3 November 2018, 15:00 (+ Tukar Pandang)
Donasi SUKARELA
Selama Perang Dunia II, Jerman telah menanam dua juta ranjau di sepanjang pesisir barat Denmark yang mereka duduki. Land of Mine mengisahkan belasan tentara remaja Jerman yang dikirim tentara Denmark untuk menjinakkan 45.000 ranjau di salah satu pantai. Sebagai tawanan perang, setiap hari para remaja ini bekerja mempertaruhkan nyawa dengan harapan akan dibebaskan dalam tiga bulan jika berhasil membuat pantai itu bebas ranjau.
Perang hanya menyisakan penderitaan dan ketidakadilan. Mereka yang masih sangat muda dipaksa menebus dosa bangsanya atas perang yang tidak mereka inginkan. Pengawas mereka adalah seorang Sersan Denmark yang kebenciannya terhadap kebengisan tentara Jerman sudah mendarah daging. Untuk membalaskan dendam bangsa yang dicintainya, haruskah dia mengorbankan rasa kemanusiaannya?
Land of Mine menawarkan sudut pandang lain dalam melihat proses penebusan dosa perang. Film ini memenangkan lebih dari 20 penghargaan di berbagai ajang penghargaan dunia. Terinspirasi dari kejadian nyata, film ini masuk nominasi Piala Oscar untuk Film Berbahasa Asing Terbaik dan dianggap banyak kritikus sebagai film terbaik Denmark pada 2016.
David O'Russell, 2012, 122 menit, 15+
Sabtu, 3 November 2018, 19:30 (+ Tukar Pandang)
Donasi Rp20.000
Pat murka saat memergoki istrinya selingkuh—sekarang, hukum melarangnya mendekati istrinya. Tiffany suka gonta-ganti teman tidur akibat depresi ditinggal mati suaminya. Dua orang patah hati ini berusaha menemukan kembali diri mereka, juga menggenggam janji hidup baru dari satu sama lain. Seperti yang dipercaya Pat, selalu ada hikmah dari segala tragedi, jika kita ingin melihatnya.
Silver Linings Playbook menunjukkan bahwa proses perubahan tidak harus dilalui dengan penderitaan—tapi juga bisa menyenangkan. Film yang tidak hanya menghibur tapi juga bermakna ini menerima banyak penghargaan, termasuk 8 nominasi di ajang penghargaan Academy Awards. Lewat Silver Linings Playbook, Jennifer Lawrence meraih Piala Oscar pertamanya untuk kategori Aktris Utama Terbaik.
SESI FILM PENDEK
Kamis, 1 November 2018, 18:00 (+ Tukar Pandang)
Donasi Rp20.000
Riyanto Tan Ageraha, 2015, 22 menit, 15+
Remo dan Bondet adalah sepasang bandit. Ketika Remo mati mendadak dalam sebuah perjalanan, Bondet, sang tangan kanan yang setia, mendapati bahwa dia tak cukup mengenali mentornya—dia tidak tahu di mana kampung halaman Remo. Bondet lantas menghubungi jaringan bawah tanahnya, supaya dia bisa memakamkan mentornya dengan layak. Dengan segera pula, mereka ditelan oleh pusaran kebusukan masyarakat sekitar—yang sesungguhnya mereka sendiri pun punya andil.
Bobby Prasetyo, 2014, 18 menit, 15+
Seorang ibu hendak mengunjungi kawan lamanya, seorang tapol yang pernah dipenjara pada 1965. Suami sang ibu, seorang bekas tentara, menolak. Di antara pasangan suami-istri ini ada pula anak mereka yang lahir jauh setelah Peristiwa 1965 selesai.
ALTERAKSI adalah program putar-dialog film yang memberi ruang pada penyerbukan gagasan dan perasaan melalui kombinasi proses apresiasi film, penyulingan ide dan intuisi, pertukaran pandangan, dan refleksi bersama. Merupakan program Besiberani—inisiatif interferensi sosial melalui medium film—Alteraksi hendak melahirkan perspektif dan aksi baru atas dinamika hidup sehari-hari.
Alteraksi #2 terlaksana terutama dengan dukungan kineforum juga para mitra penyelenggara lainnya: Estubizi, Institut Français Indonésie, Danish Film Institute dan Embassy of Denmark in Indonesia.
コメント