top of page

PENDAR PETANG


Terkait hidup berpasangan atau berhubungan dengan orang lain, cukup banyak dongeng anak-anak yang berakhir dengan, “lalu mereka pun hidup bahagia selamanya.” Lalu sudah. Seakan-akan dari titik itu, semua akan baik-baik saja, bertabur gula bunga bahagia sepanjang waktu. Seakan-akan ada konspirasi untuk menyelubungi hidup dewasa yang penuh naik turun. Namanya juga buat anak-anak, kata Anda.

Tapi lalu jadi mengherankan ketika kisah roman muda menjelang dewasa pun berakhir di titik yang sama. Jadian, lalu hidup bertabur gula bunga bahagia selamanya. Dalam semangat menatap kritis Valentine —meskipun kami tidak sampai mengharamkan— program Pendar Petang sengaja kami hadirkan untuk meneropong apa yang terjadi setelah bagian akhir dari dongeng anak-anak tadi (dan segenap kisah roman muda). Manusia dan hubungan antarnya selalu merupakan misteri yang tak pernah selesai digali. Dari tiap renik, tiap kejadian, tiap insiden, tiap harapan dan ketakutan, selalu ada permata baru untuk ditemukan. Bahkan hingga usia menjelang petang. Dan kita pun terus belajar.

Dalam program kecil bulan ini, kami menghadirkan enam film panjang (satu animasi, satu dokumenter dan empat fiksi) dan satu sesi diskusi khusus setelah penayangan film dokumenter yang kami pandang jitu dalam memancing pemikiran tentang bagaimana sebuah hubungan dibangun dan dijaga. Mengikuti program pada Januari silam yang memodifikasi sesi diskusi biasa menjadi #SESIBUKABUKAAN, pada Februari ini kami menerapkan metode yang sama, di mana setiap Anda adalah narasumber. tetap belajar supaya terus berpendar hingga petang menjelang.​

Salam sinema, dan sampai jumpa di KINEFORUM, untuk belajar bersama agar dapat terus berpendar sepanjang petang, menyongsong tibanya kelam malam.​

Pasang surut hubungan seorang pianis dan penyanyi, diiringi intrik industri musik yang meriah di Kuba dan Amerika, termasuk gonjang-ganjing revolusi.

Romansa seorang penulis naskah dan istrinya terjebak dalam kelumit ambisi dan curiga akan kehadiran orang ketiga.

Membina hubungan adalah sebuah pilihan, dengan berbagai konsekuensi: gairah, inspirasi, namun juga kekacauan dan pengorbanan.

Seorang serdadu memutuskan untuk menikah sebelum terjun perang. Apakah meskipun katanya cinta tak pernah mati, akan sanggup jadi bahan bakar kehidupan keduanya?

Dalam usia senja dan status menduda, kenang-kenangan dari masa lalu Tony Webster datang menguji ingatan dan hati nuraninya.

Pasangan suami istri generasi X bertemu dengan pasangan muda generasi millenial. Apa benar yang muda pasti lebih bisa menikmati hidup?

"Aku mencintaimu. Aku tak bisa hidup tanpamu!”

“Aku juga."

Alarm dalam sebuah hubungan sering berbunyi tanpa ada yang mendengar, tertutupi entah oleh mabuk kepayang cinta atau malah oleh rutinitas yang menumpulkan.

Semua yang telah menikah, atau minimal pernah berpacaran, pasti sadar—jika mau sadar—bahwa menjaga hubungan tidak semudah menyanyi gombalan cinta di bawah balkon calon kekasih, tidak juga sesederhana memberi sebuket bunga. Kata orang, cinta itu mesti berkorban. Seberapa banyak harusnya? Bukan saja kadar kesediaan setiap orang berbeda-beda, tetapi juga tidak pernah mudah terukur. Karena orang juga jarang membiarkan dirinya mudah diukur. Apalagi jika ada yang dengan senang hati membiarkan pasangannya berkorban untuk dirinya.

Sebagai bagian dari program Pendar Petang kineforum di Februari 2018 ini, setelah pemutaran film Cutie and the Boxer, kami mengajak Anda untuk mengikuti diskusi yang bukan sekadar diskusi, tetapi juga berbagi. Mencoba mengenali karakter dan pola pikir apa yang seharusnya ada dalam sebuah hubungan yang sehat. Apakah saat ini Anda sedang ingin tahu bagaimana situasi bersama pasangan? Apakah Anda penasaran kenapa hubungan Anda gagal? Kenapa—ini gongnya—kok tetap jomblo? Mari buka-bukaan kepada teman baru (you got nothing to lose!), dalam sesi berbagi dan bersaran: bagaimana menjadikan hubungan menjadi lebih sehat?.

#SESIBUKABUKAAN kali ini difasilitasi oleh:

Ardi Yunanto – pernah menjadi editor jurnal populer ruang publik kota, karbonjournal.org dan majalah kehidupan pria Bung! terbitan ruangrupa; serta mengelola Kelas Penulisan dan Kuratorial Seni Rupa (Institut ruangrupa dan Dewan Kesenian Jakarta). Ia bekerja paruh waktu sebagai staf seni, media, dan komunikasi di Yayasan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia; dan merupakan salah seorang dosen lepas Bahasa Indonesia di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera. Selain itu, ia bekerja lepas sebagai editor, penulis, dan desainer untuk materi publikasi, komunikasi, presentasi, kampanye, dan pameran.

Comments


bottom of page